Mendapatkan 4 Juta Sitasi ?
Tulisan ini membahas bagaimana cara mendapatkan 4 Juta Sitasi Google Scholar dengan memanfaatkan resource terbatas. Studi kasus dari keberhasilan akademisi Indonesia yang telah diunggah oleh akun X, @fake_journals.
Tujuannya adalah untuk mengingatkan kita peran penting ilmu yang tidak hanya bisa diukur dengan kuantitas. Saya menulis ini karena percaya bahwa ketika ilmu menjadi komoditas administratif, maka sedikit banyak akan kehilangan esensinya. Sekaligus pengingat bagi birokrat dalam membuat kebijakan yang baik, logis dan tentunya berkeadilan.
Sebagai dosen muda yang telah mengalami proses menjadi tenaga ahli di Dinas Pemerintah Daerah, ASN P3K di Lembaga Pemerintah setingkat Kementerian, dan sekarang memilih menjadi ASN PNS, akademisi di Universitas Negeri Jakarta.
Semoga tulisan ini menjadi pengingat bagi kita dalam berproses. Ada satu quotes dari seorang Pimpinan yang saya ilhami, “Berbuat salah boleh, tapi jangan bohong”. Ini adalah bentuk upaya saya menjaga integritas tersebut.
Disclaimer: Seluruh data yang digunakan merupakan data publik yang tersedia dan terindex melalui mesin pencari. Beberapa dilakukan secara terbatas untuk pembelajaran.
Mengapa Butuh Banyak Sitasi ?
Mengatahui motif menjadi dasar sebuah penelusuran, (red: Rumusan Masalah). Mendalami alasan seseorang untuk mendapatkan banyak sitasi menjadi poin paling penting. Mengenal profesi menjadi titik awal yang tepat.
Langkah pertama, hal yang perlu dipastikan adalah sumber primer pada sistem Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI). Setelah saya coba cek di pddikti, ternyata nama beliau tidak tercatat sebagai seorang dosen yang ber-homebase di Indonesia.
Kedua, penelusuran lanjutan saya dapatkan informasi melalui halaman profil pada laman https://researchid.co/. Laman tersebut mencatat bahwa beliau adalah seorang peneliti dengan afifiliasi @ecosoc.un.org. Jika kita cari tahu, afiliasi tersebut merupakan sub-divisi dari organisasi United Nation, broh. Namun setelah saya cek di website resmi https://ecosoc.un.org/en/search?search=yoesoep, tidak ada nama beliau sebagai penulis, pengurus, ataupun kontributor.
Tak berhenti disini, biasanya dalam dunia akademik di Indonesia, ada 2 profesi, dosen Kontrak dan dosen Tetap. Olehkarena itu, saya juga ingin memastikan apakah beliau merupakan seorang dosen kontrak dengan mencari referensi melalui Sinta. Sayangnya, ketika saya melakukan penelusuran, website sinta sedang down. Sehingga, saya hanya bisa menggandalan hasil sinta yang muncul di SERP. Saya tidak bisa menemukan profil beliau. Namun, terdapat beberapa dosen memang pernah menulis dan membuat karya cipta bersama beliau.
Updated: Pada tanggal 27 Agustus 2025, website sinta sudah pulih dengan domain baru. Saya melakukan hal yang sama, dan ternyata nama beliau juga tidak tersedia.
Temuan Menarik
Langkah terakhir, saya melakukan penelusuran melalui publikasinya. Ada fakta menarik yang saya temukan. Tahun 2023, beliau menulis sebuah jurnal dengan afiliasi Universal Institute of Professional Management. Usut punya usut, ternyata kampus tersebut adalah kampus “ghoib” yang memberikan gelar (Dr. HC) kepada Rafi Ahmad. Wehehehe.
Jika ingin memastikan cek aja websitenya https://www.uipm-world.org/. Artikel jurnalnya disini, https://ijecsed.esc-id.org/index.php/home/article/view/96?trk=public_profile_project-button
Darisini, saya ambil kesimpulan bahwa beliau adalah seorang peneliti yang sangat aktif menulis dan mempublikasikannya. Pernah terafiliasi dengan sebuah kampus ghoib yang memberikan gelar (Dr. HC) pada seorang artis Indonesia. Catatan pentingnya: Beliau bukanlah seorang dosen ber-homebase, ya meskipun beberapa laman menunjukkan bahwa beliau sudah memiliki gelar Prof. Saya kesulitan menemukannya.
Ambil Data Google Scholar (Sementara)
Selanjutnya adalah tahap persiapan. Sebenarnya, beliau memiliki 2 akun GS utama, pada laman https://scholar.google.com/citations?user=Za9McBQAAAAJ&hl=id dan https://scholar.google.com/citations?user=M_fGs2YAAAAJ&hl=en. Namun, kedua profile tersebut sudah tidak aktif. Olehkarena itu, saya mencoba mengambil data dengan teknik tertentu. Data diolah menggunakan aplikasi yang telah dikembangkankan sebelumnya.
Oh ya, data tersebut juga terlah terbackup pada laman https://web.archive.org/web/20250818050320/https://scholar.google.com/citations?hl=en&user=Za9McBQAAAAJ&view_op=list_works&sortby=pubdate
Penelusuran Sitasi
Jumlah Sitasi & Cara Mendapatkannya
Sebagai dosen yang baru menyelami dunia akademik, jujur saya sangat penasaran bagaimana cara seseorang sampai mendapatkan 3 JUTA sitasi. Okelah self-citation, tapi angka 3 juta itu sangat irasional.
Kita coba buktikan.
Dari statistik tersebut, kita akan mendapatkan konsep sebarai berikut:
Jika kamu memiliki 1 artikel, dengan teknik self-citation, kamu membutuhkan 1 artikel untuk mendapatkan 1 sitasi. Jika ingin mendapatkan 2 artikel, maka harus menulis 1 artikel lagi. Rumusnya, artikel x artikel penyitasi.
Artinya, apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan statistik jutaan tersebut?
Yaps, kita bisa raih dengan membuat 1840 artikel yang mensitasi 1840 artikel sebelumnya. 1840 x 1840 = 3.385.600. Angka yang sangat irasional untuk sebuah research akademik broh. Sangat gila broh, wkwkw. Membayangkan menulis ribuan buku dan artikel udah sangat impossible. Belum lagi biaya, waktu dan tenaga.
Awalnya Tidak Percaya, Tapi Coba Kita Buktikan
Proses pengujian dilakukan menggunakan data google scholar, seperti yang diperdebatkan. Pengambilan data dilakukan pada 20 Agustus 2025. Saya mengunduh seluruh data rekam google scholar untuk kemudian mengolahnya dengan program Scholar Scrapper yang telah saya buat sebelumnya. Bagaimana hasilnya?
1. Ada 1800 artikel lebih yang telah disitasi lebih dari 1000.
2. Terbukti Benar banyak melakukan self-citation
3. Menerbitkan buku dan artikel di 425 Penerbit. Namun, hanya sedikit yang dapat dilacak dan memiliki legalitas
4. Juga Banyak Self-citation pada buku ber-ISBN
5. Pernah berkolaborasi dengan lebih dari 80 penulis
6. Sangat Produktif dalam Menulis. Tahun 2023 menulis sebanyak total 170 artikel dan buku
7. Sejak tahun 2008, tidak sedikit artikel atau buku mendapatkan rata-rata sitasi lebih dari 100 pertahun, artikel atau buku tahun 2022 terbanyak
8. Rata-rata sistasi per tahun (jumlah sitasi yang didapat / artikel yang ditulis) diangka 1800 sitasi. Indikasi jelas self-citation.
9. Buku yang ditulis banyak yang hanya berisi daftar isi. Namun, beberapa buku telah dilengkapi DOI Mandiri. Sayangnya, banyak buku yang diunggah hanya berisi beberapa paragraf dan daftar isi.
Analisis Teknik
Terdapat beberapa tips dan trik yang dapat dilakukan untuk mendapatkan 4 juta sitasi berdasarkan pembahasan diatas :
- Menulis buku atau artikel dengan self-publisher. Setiap karya, mensitasi karya sebelumnya;
- Mendaftarkan pada Academia.Edu dan beberapa disertakan DOI dari situs penyedia gratis. Hal ini memudahkan Google Scholar untuk mensitasi;
- Buku yang ditulis berisi beberapa paragraf sesuai judul dan daftar isi. Jangankan 1800, hingga 5000 buku-pun akan sangat mudah dicapai;
- Konsisten memperbaiki sitasi dan sistem sitasi pada publisher DOI.
Dapat dipastikan teknik yang digunakan adalah self-citation, membuat lebih 1800 artikel dengan sitasi silang. Tidak sekedar membuat dan mengupload. Uniknya, banyak artikel yang diberikan identifier dari penyedia DOI gratis. Isinya kebanyakan berupa buku, namun buku tersebut hanya berisi belasan halaman dengan menampilkan pendahuluan, bahasan singkat dan daftar isi. Sebenarnya, beliau juga aktif menulis buku dengan ISBN. Sayangnya, teknik serupa juga dilakukan.
Refleksi
Memiliki sitasi tinggi memang menjadi kebanggan bagi seorang akademisi. Sayangnya, teknik seperti ini bagi saya sangat-sangat tidak etis. Self-citation jika masih normal masih bisa dipahami. Namun jika sudah mencapai angka ribuan dengan sitasi silang, sungguh ironi.
Sebagai seorang yang cukup lama berinteraksi dengan dunia IT, cara-cara seperti ini ibarat membangun sebuah backlink untuk kredibilitas sebuah website. Sayangnya, dunia akademik tidak melulu soal bisnis yang harus mencapai sebuah target, bagaimanapun caranya.
Bagi saya, teknik tersebut perlu dipahami oleh pengelola jurnal. Saya masih memiliki keyakinan bahwa salah satu poin penting dalam kredibilitas sebuah jurnal selain kualitas adalah sistem indexing. Tidak sedikit juga saya temukan paper yang sebenarnya biasa, namun karena publisher jurnalnya memiliki sistem indexing yang bagus, akhirnya banyak yang mensitasi. Tentu, bergabung dengan database dan publisher Internasional bereputasi menjadi satu kewajiban.
Pelajaran berharganya sebagai dosen muda saya mendapatkan ilmu berharga, “Sitasi tidak selamanya menentukan prestasi dan posisi”. Tidak sedikit tokoh yang menjabat di bidang akademik, profesor, bahkan birokrat kementerian pendidikan yang tidak memiliki banyak sitasi. Namun, kontribusinya sangat nyata di masyarakat.
Jadi, sewajarnya aja, Hehehe.
Jakarta, 27 Agustus 2025
Fitrah Izul Falaq, M.Pd.
Pengembang Teknologi Pembelajaran
Dosen Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer
Universitas Negeri Jakarta
Komentar
Posting Komentar